Agustus 15, 2008

Cerpen : " Gudang Masa Kecil "

Aku duduk di kursi malas belakang taman rumah, membosankan sekali tak ada kegiatan yang dapat ku kerjakan. Membersihkan rumah sudah, mencoba dua resep masakan baru pun sudah. Tapi sejuknya udara sore dan indahnya warna warni bunga di sekelilingku sedikit menghilangkan kepenatan yang merajai pikiran. Lalu mataku tertuju pada sebuah rumah kecil di samping taman. Itulah gudang kami. Sepertinya sudah lama aku tak membersihkan gudang, jadi akan ku bersihkan sekarang

Ku buka pintunya perlahan, pengapnya udara membuatku menggelengkan kepala. Ku lebarkan pintu gudang, berjalan perlahan menjumpai barang-barang yang pernah menemaniku melewati masa kecilku. Aku membuka empat jendela di sisi kiri dan kanan, agar sinar mentari masih bisa menyeruak masuk ke tempat ini.

BRRrrkkkk…!!! Tiba-tiba pintu gudang tertutup.. Bulu kudukku berdiri semua, hiiiiiiiiiiiiiii……… dalam diam, aku berdoa. Tentu saja agar aku tak merasa ketakutan lagi. perlahan aku menengok ke belakang, ku putari tatapan pada empat sudutnya dan…….. tak ada apa-apa disana, hanya ada tembok. Ah….. ternyata benar apa yang di katakan Rio padaku, aku memang dasarnya penakut. Ku fokuskan kembali tatapanku pada barang-barang yang sedikit berserakan.

Ada boneka beruang warna merah jambu terbungkus plastik. Inilah teman tidurku semasa SD dulu, namanya Bebi.. lalu, sebuah gitar hadiah ulang tahun saat aku SMP, sekotak besar mainan dapur plastik ( ada kompor, panci, wajan, sendok dan sebagainya ) aku tersenyum mengingat dahulu aku sampai mencabut rumput agar bisa main masak-masakan. Mengingat aku menghidangkannya di piring dan meminta papa mencicipi “masakanku” itu.. “Enak sekali, Jane.. papa mau satu piring lagi yah” ucapan papa saat itu terngiang kembali di telinga. Padahal kalau ku pikirkan sekarang, berpura-pura menyicip rumput mana mungkin enak.. aku tertawa, sepertinya menjadi orangtua membahagiakan sekali. Aku ingin selalu dapat membahagiakan anak-anakku kelak, seperti papa membahagiakan aku sampai saat ini.

Kubuka lemari di pojok, masih tersimpan rapi baju balet yang tak sempat ku pakai dahulu. Beserta sepatu dan kaus kakinya. Kenangan menyedihkan, tapi tak apa karna dari pengalaman Jane kecil belajar banyak hal.

Saat tengah termenung, aku melihat sesosok bayangan di jendela. Darahku berdesir keras, ya Tuhan tolong lindungi aku.. mahkluk apa di depan sana.. jangan biarkan aku terkurung di sini seperti saat aku masih SD dulu. Aku menutup mataku, berharap sekali setelah ku buka nanti bayangan hitam itu akan menghilang. “Non, ngapain di dalam? Dari tadi bibi cariin ko gak ada, ternyata disini” suara itu… aku tahu suara itu, ya dialah bibi yang membantuku mengurus rumah. Ku buka mata perlahan, ternyata itu hanya bayangan bibi saja. Ku hela nafasku panjang.. bibi tergopoh memasuki gudang. “ Non kenapa? Sakit? Ko pucat sekali? “ wajah bibi tampak cemas. “ Hehehe bi, aku kira tadi di jendela mahkluk aneh makanya aku sampai ketakutan begini” aku memeluk bibi erat.. “Oalah non, kaya ngono wae wedi. Yo wis, itu papa telepon.. katanya telp ke hp non gak diangkat”

Huraay…!! Papa menelepon, aku berlari memasuki rumah. “Halo paaaaaaa…..” teriakku kencang. “ Waduh Jane, lama sekali angkat telponnya? Sepertinya sedang ceria deh, ada apa hayooooo?” papa menggodaku.. ini memang kebiasaan papa, selalu saja menggodaku walau gak ada angin atau hujan. “Jane barusan ke gudang pa, lagi ngetawain papa dulu bilang enak waktu cobain masakan aku…” aku tertawa lagi, di sebrang sana akupun mendengar papa tertawa, jauh lebih riang. Sepertinya aku mulai jarang mendengar suara papa yang menggelegar seperti ini..
Setelah selesai ngobrol dan menutup telepon, mendadak kurasakan sepi. Sesaat aku sangat merindukan masa kecilku, masa dimana aku mulai menghimpun cita-cita menjadi seorang koki terkenal yang dikagumi banyak orang, menjadi seorang Jane yang sangat di banggakan papa, menjadi seorang Jane yang tak ingin membuat papa sedih. Kini aku telah dewasa, tak lagi bisa mengulang masa kecilku yang menyenangkan. Tapi aku sangat beryukur, aku memiliki kenangan indah yang takkan terlupakan. Mungkin bisa jadi bahan untuk mendongeng saat anak-anakku akan tidur nanti… Terimakasih Tuhan…

Tidak ada komentar: